
Oleh : Farchan Abdullah
Media
Sosial merupakan sebuah media online, dengan para penggunanya biasa berpartisipasi aktif dalam mengekspresikan
apa yang mereka inginkan. Di sisi lain perkembangan teknologi telah menacapai
era 4.0 dan bahkan 5.0, dengan demikian pernyataan tersebut membawa sebuah perubahan
khususnya dalam lingkup mahasiswa. Mahasiswa merupakan fase dimana seseorang mencari
informasi sebanyak-banyaknya, baik dalam sisi akademisi maupun berjejaring sosial.
Seiringnya berjalan waktu media sosial menjadikan pola perilaku mahasiswa mengalami
pergeseran. Dengan demikian, media sosial masih sering dibawa dengan konotasi negatif.
Media sosial tersendiri sering digadang-gadang sebagai pembawa dampak negatif dalam
proses belajar mahasiswa. Mengapa demikian? Karena di media sosial yang dilihat
hanya 2 konotasi, yaitu baik dan buruk. Di sini yang menjadi konsentrasi kasus adalah
konotasi buruk. Mengapa bisa dikatakan buruk? Yang ada mereka melihat komen-komen
yang berujung negatif atau disebut juga hate speech, dan juga melihat orang
lain sedang menjelajahi tempat baru, serta melakukan interaksi dengan orang-orang
hebat. Di situ menimbulkan kecemburuan sosial yang berdampak pada produktivitas, khususnya
mahasiswa. Adapun studi kasus yang menunjukkan bahwa, jika menggunakan media
sosial yang berlebihan menimbulkan kecanduan nyata yang berefek pada dophamin
pada otak, dimana dapat mengganggu sistem kerja otak. Jika semakin banyak waktu
menggunakan media sosial di situ pula akan menimbulkan rasa ingin lebih dan
lebih.
Hal
tersebut dapat dikatakan mengganggu produktivitas mahasiswa karena mereka akan kesulitan
untuk berinovasi. Maka dengan demikian para mahasiswa kerapnya menerapkan terapi
“Puasa Media Sosial”. Di sini sudah banyak sekali orang yang telah membuktikan berbagai
manfaat puasa ber-media
sosial. Dikarenakan ketika menerepkannya niscaya orang itu akan berhenti untuk cemas
berlebihan, cemas dalam hal seperti membandingkan-bandingkan dirinya dengan
orang lain, dan jatuhnya hanya membuat rasa iri yang begitu dalam, dan juga
pada saat proses berpuasa media sosial tersebut orang lebih bias memulihkan diri
dan berpikir dua kali lebih baik. Alhasil puasa media sosial merupakan terapi
yang dapat menghilangkan distraksi antara media sosial dan produktivitas mahasiswa.
Komentar
Posting Komentar