Kesejahteraan Pada Masa Pandemi: “Siapa yang diprioritaskan?”

Oleh. Husni Ali Hanjani 

Pendahuluan

Merebaknya pandemi covid-19 di dunia, tak terkecuali Indonesia, membuat sektor dan aspek kehidupan negara mengalami hambatan dalam pekerjaannya, terutama pada sektor ekonomi.yang menjadi penunjang pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dampak pandemi ini pasar nasional maupun internasional mengalami penurunan pada permintaan pasar, dan memaksa mereka tutup untuk mencegah penyebaran covid-19 dan akhirnya mengalami kerugian. Hal ini mengakibatkan banyak sekali para pekerja atau para buruh pabrik dipulangkan atau terpaksa diberhentikan. Keadaan seperti ini, pemerintah diharapkan untuk cepat tanggap dan membuat langkah yang tepat pada masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan hal mana yang harus diprioritaskan, serta berupaya dalam menjawab aspirasi-aspirasi masyarakat Indonesia pada saat ini.

Keputusan yang diluncurkan pemerintah sangat mempengaruhi kehidupan yang ada pada suatu negara yang dalam teori kebijakan publik diartikan sebagai tindakan, langkah, atau pernyaataan pada suatu masalah yang dihadapi untuk menggapai tujuan yang direncanakan dan keputusan ini berpengaruh pada sebagian besar masyarakat negara.1 Pernyataan dan langkah yang diambil mereka sangat menentukan roda kehidupan sosial dan bernegara masyarakat dalam berbagai aspek apalagi ketika terjadi situasi darurat yang membahayakan masyarakat saat ini. Disisi lain, sikap dan mental aktor pemerintah mencerminkan tindakan dan tingkat kepedulian mereka terhadap kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Kepuasan dan pemenuhan keinginan menjadi tolak ukur keberhasilan pada keputusan yang diambil oleh pemerintah. 

Kesejahteraan Pada Masa Pandemi: “Siapa yang diprioritaskan?”

Pemerintah Indonesia, selaku pembuat kebijakan, memiliki strategi untuk mencegah penyebaran pandemi covid-19 lebih luas yaitu dengan mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020. Kebijakan tersebut memaksa berbagai sektor dan aspek yang ada dalam kehidupan negara dan sosial dilakukan dengan mentaati prinsip social distancing dan work from home.2 Kebijakan ini juga memaksa mematikan sementara sektor pendidikan dan ekonomi yang mengakibatkan roda perekonomian berjalan lambat dan hampir berhenti.

Kebijakan PSBB juga memaksa banyak tempat untuk tutup lebih awal. Salah satu poin lain dari PSBB ialah kebijakan tentang pembatasan jam kerja pasar modern, tempat makan, dan pedagang-pedagang sampai pada pukul 8 malam. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah keramaian dan gerombolan masyarakat pada satu tempat yang dimana lebih aktif ketika malam hari seperti mall, cafe, dan lain-lain. Sayangnya, pedagang kecil dan kaki lima juga terkena imbasnya. Hal ini menyebabkan kondisi ekonomi pada para pedagang tersebut menjadi kritis karena lapaknya sepi atau sedikitnya permintaan pasar akibat pandemi covid-19 serta pembatasan pada jam kerjanya yang menuntut mereka untuk segera menutup ladangnya lebih awal atau jika tidak mereka akan diberi peringatan oleh petugas yang berpatroli. Tidak sedikit dari golongan masyarakat menentang kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terutama para kelompok-kelompok pedagang kecil yang bahkan sampai mengirim surat cinta kepada pemerintahan sebagai bentuk kekecewaan mereka kepada pemerintah.

Angka pengangguran juga melonjak naik akibat dari pandemi covid-19. Hal ini terjadi dikarenakan banyak sekali perusahaan yang memulangkan atau memutuskan hubungan kerja mereka dengan para karyawannya di tengah pandemi covid-19 ini. Perusahaan ini terpaksa memulangkan karyawannya karena roda pasar pada masa pandemi ini tersendat dan menyebabkan pendapatan yang diperoleh pada suatu perusahaan terhambat akibat dari kebijakan PSBB. Sikap yang dilakukan perusahaan ini dapat dikatakan sebagai efisiensi yang disebabkan karena mengalami kerugian, seperti yang tertulis pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pasal 154A.3

Lalu bagaimana upaya pemerintah untuk menangani masalah yang dialami oleh masyarakat saat ini? Pemerintah Indonesia meluncurkan program-program bantuan guna membantu dan menyejahterakan masyarakat pada masa pandemi covid-19 ini. Dalam program yang diluncurkannya, masyarakat dapat menerima subsidi, uang tunai, bahan-bahan pokok atau sembako, dan bahkan kuota internet untuk para pelajar dan mahasiswa sampai memberikan tunjangan untuk keluarga yang tertimpa musibah covid-19. Untuk mendapatkan bantuan dari program yang diselenggarakan pemerintah, masyarakat harus terdaftar atau mengajukan permohonan bantuan pada instansi terkait. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban yang dialami masyarakat terutama kepada masyarakat yang tertimpa musibah baik yang terkena virus sampai yang roda ekonominya terhambat akibat dari pandemi covid-19 terutama pada masyarakat menengah-kebawah yang pada saat ini rentan dalam penurunan ekonomi dan dikhawatirkan menambah angka kemiskinan di Indonesia.

Namun disisi lain, banyak sekali kasus tentang masyarakat yang tidak memperoleh bantuan dari pemerintah. Hal ini terjadi karena banyak sekali masyarakat yang tidak terdaftar atau terdata dalam program bantuan yang diselenggarakan oleh pemerintah terutama pada bantuan sembako. Tidak hanya itu, terdapat banyak kasus penyelewengan dan pemburuan rente yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab melalui program-program bantuan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Diduga terdapat ratusan lebih kasus penyelewengan bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat ditingkat daerah. Dan didapati  pemimpin-pemimpun di tingkat daerah tertangkap setelah melakukan tindakan pemburuan rente dengan memanfaatkan program bantuan pemerintah untuk memanen kekayaan dan kebutuhan individu atau kelompok di waktu yang menyulitkan ini.4 Banyak juga pihak-pihak terkait yang mementingkan atau mendahulukan diri sendiri atau kelompoknya untuk memperoleh bantuan meskipun mereka termasuk golongan yang tidak seharusnya mendapatkan program bantuan dan menyebabkan banyak masyarakat di tingkat daerah tidak kebagian dalam program bantuan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Bahkan seorang menteri sosialpun tertangkap memanen rente dalam prorgam bantuan sosial sembako yang diganti dengan uang tunai senilai Rp. 300.000 perpaket dengan diambilnya uang Rp.10.000 perpaket. Bayangkan jika ada terdapat 10.000 paket yang jatahnya perpaketnya dikurangi Rp. 10.000 untuk dimasukkan di kantong sang menteri. Tanpa perlu bersusah payah Rp. 100.000.000 dapat digenggam dengan mudahnya.5

Selain itu, pada masa awal pandemi covid-19 masuk Indonesia, pemerintah tampak menyepelekan tentang bahayanya penyebaran virus di negara Indonesia. Hal ini tergambar dari tindakan pemerintah yang awalnya terlalu mengkiblat pada pernyataan yang dikemukakan oleh WHO dalam media masa Internasional. Tindakan blunder yang dilakukan pemerintah Indonesia ini berefek pada terlambatnya penanganan dan pengambilan keputusan yang akan diberikan kepada masyarakat. Seperti pada masalah masker pada awal masuknya covid-19 ini yang dimana menteri kesehatan Indonesia menyatakan bahwa masker hanya digunakan untuk orang sakit. Pernyataan yang dilontarkan menteri kesehatan ini merupakan salah satu bentuk pengkiblatan pemerintah Indonesia pada WHO yang dimana pernyataan tersebut ialah hal yang diungkapkan oleh salah satu dokter dari WHO pada media masa Internasional. Masyarakat Indonesia yang pada saat itu memiliki masalah krisis masker merasa lega. Namun hal ini malah menyebabkan kurangnya rasa waspada dalam penularan covid-19 di Indonesia dengan lengahnya masyarakat dalam pengenaan masker untuk mencegah penyebaran virus. Yang akhirnya mengakibatkan banyak sekali masyarakat Indonesia yang tertular covid-19 secara cepat terutama di wilayah kota-kota besar. Dan setelah itu menteri kesehatan tidak lagi tampil di media massa meskipun berbagai media berusaha mengundang sosok yang memiliki peran penting pada kesehatan penduduk negeri.

Tidak hanya itu tindakan blunder yang dilakukan pemerintah Indonesia. Mereka juga enggan menolak tamu dari luar negeri dan hanya berupaya dalam hal membatasi dan memperketat masuknya warga negara asing ke Indonesia. Padahal masyarakat Indonesia pada idul fitri sempat ditahan untuk tidak melakukan mudik dan banyak wilayah tutup pada saat itu untuk mencegah penularan virus lebih luas diberbagai wilayah, sedangkan pemerintah malah membolehkan WNA untuk singgah di Indonesia. Selang beberapa bulan terdapat kasus seorang WNA telah melanggar beberapa hukum dan  hidup makmur di Indonesia. Kasus ini sempat menjadi perbincangan di media sosial twitter. Banyak sekali netizen yang mengutuk tindakan WNA tersebut dan banyak juga yang iri pada mereka yang hidup makmur di negeri orang lain tapi masyarakat lokal miskin di negeri sendiri. Yang akhirnya pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2021 tentang protokol kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19 yang didalamnya terdapat aturan pelarangan warga negara asing untuk masuk ke Indonesia.6 Kasus ini tidak hanya memperlihatkan kesalahan langkah dan lambatnya keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam mencegah penularan covid-19 dari luar, tapi juga memperlihatkan bobroknya birokrasi Indonesia dengan tidak mengontrol tamu luar yang hidup bebas dan makmur dengan memanfaatkan celah pada sistem hukum sedangkan masyarakatnya sendiri menangis meminta bantuan pada masa pandemi ini.

Pemerintah Indonesia juga terlihat lebih mementingkan kekuasaan politiknya dengan memaksa menyelenggarakan pilkada daripada memaksimalkan kinerja untuk menangani masalah yang dihadapi negeri pada saat ini, karena acara pilkada pada 09 Desember 2020 tetap dilaksanakan meskipun banyak sekali masyarakat yang menyuarakan untuk di tundanya acara ini sampai masa pandemi covid-19 di Indonesia mereda. Selain itu anggaran untuk diselenggarakannya pilkada tidaklah sedikit. Hal ini menjadi salah satu faktor mengapa masyarakat menginginkan pilkada untuk ditunda dan menyarankan agar pemerintah untuk memfokuskan anggaran tersebut untuk dialokasikan di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun pemerintah tidak memedulikan hal itu bahkan sampai mengeluarkan Perppu untuk segera diseleganggarakannya kontestasi politik tersebut.

Penutup

Pemerintah Indonesia, selaku pembuat kebijakan, mengeluarkan kebijakan PSBB yang bertujuan untuk mencegah penularan covid-19 lebih luas di Indonesia. Sayangnya karena dampak pandemi dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah membuat seluruh aspek yang ada pada masyarakat dan negara berjalan lambat dan banyak problem yang dialami masyarakat terutama pada aspek ekonomi. Untuk meringankan beban masyarakat tersebut, pemerintah berusaha membantu dengan mengeluarkan program-program bantuan yang bertujuan untuk menutupi kekuarangan ataupun kerugian yang dialami oleh masyarakat dan agar terciptanya masyarakat yang sejahtera pada masa pandemi covid-19.

Meskipun pemerintah berusaha untuk menyejahterakan masyarakat dengan program-program bantuannya, para aktor yang berwenang tampak lebih mendahulukan kesejahteraan dirinya atau golongannya. Hal ini tergambar dengan banyaknya kasus penyelewengan dan pemburuan rente yang dilakukan oleh para birokrat Indonesia dalam program bantuan yang diselenggarakan pemerintah untuk masyarakat. Kurangnya profesionalisme dan akuntabilitas birokrat-birokrat Indonesia inilah yang menyebabkan banyak masalah terutama pada masa pandemi sekarang.

Selain itu, Pemerintah terlalu mengkiblat pada WHO dan tidak berani mengambil tindakan atas pikiran mereka sendiri, yang dimana hal ini menyebabkan pemerintah terlambat untuk bertindak dan pandemi covid-19 betah sampai sekarang. Pemerintah bahkan tidak mau menutup pagar Indonesia agar tidak dimasuki oleh tamu luar pada masa pandemi dan tindakannya membantu penyebaran virus dari luar Indonesia. Pemerintah juga tampak lebih mementingkan kekuasaan politik daripada keamanan dan kesehatan masyarakat dengan tetap diselenggarakannya pilkada pada 9 Desember 2020, yang dimana anggaran untuk diselenggarakannya acara tersebut tidaklah sedikit. Padahal anggaran tersebut dapat digunakan untuk keperluan yang lebih bijak pada masa pandemi ini dengan menginvestasikan anggaran tersebut pada bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial yang dimana masih membutuhkan bantuan dari pemerintah sampai saat ini terutama pada golongan menengah kebawah  atau anggaran tersebut disimpan dahulu yang nantinya akan berguna ketika Indonesia mengalami keadaan darurat di wilayah Indonesia seperti terjadinya bencana yang menimpa di suatu daerah.

Semoga pemerintah Indonesia dapat memikirkan kembali tentang apa yang seharusnya diprioritaskan pada saat ini dan mengevaluasi kembali kebijakan yang dibuat karena kehidupan masyarakat sangat bergantung pada keputusan dan tindakan yang diambil oleh para aktor-aktor pemerintahan. Serta masyarakat juga harus berpartisipasi pada pengawasan kinerja pemerintah serta kedisiplinan untuk mencegah penularan covid-19 di Indonesia. Pemerataan bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah untuk masyarakat yang membutuhkan harus dijadikan prioritas.

Daftar Pustaka

Abdullah, A. Y. & Rusfiana, Y. 2016. Teori Dan Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pembatasan

    Sosial Berskala Besar. Diakses pada Februari 03, 2020 dari kemenkopmk.go.id/pembatasan-sosial

    berskala-besar.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja .

Gabrillin, A. (2020, Juni 02) Korupsi BLT Covid-19, Kepala Dusun Dan Anggota BPD Ditangkap. Diakses dari regional.kompas.com/read/2020/06/02/16311551/korupsi-blt-covid-19-kepala-dusun-dan-anggota-bpd-ditangkap?page=all#

Ramadhan, A. (2020, Desember 09)  Kasus Korupsi Mensos Juliari Berbentuk Sembako Dinilai Perlu Dikaji. Diakses dari asional.kompas.com/read/2020/12/09/14500411/kasus-korupsi-mensos-juliari-bansos-berbentuk-sembako-dinilai-perlu-dikaji?page=all

Aditya, R. (2021, Januari 2021) Aturan WNA Masuk Indonesia Selama Pandemi diakses dari https://www.suara.com/news/2021/01/19/064158/aturan-wna-masuk-indonesia-selama-pandemi-kristen-gray-wajib-baca

Komentar